Jerit Warga Terdampak RS Premier, Diduga CSR Lakukan Ajang Bagi-bagi?
Surabaya,Radarhukumpos.com – Gegara Polemik berdasar penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) RS. Premier kini kembali menyeruak. Sejumlah Warga terdampak Asli yang tinggal hanya berjarak Tiga Meter dari Lokasi Rumah Sakit mengaku selama ini tidak pernah mendapat kejelasan maupun Pemberitahuan soal Mekanisme Penerimaan Dana CSR.
Padahal, mereka adalah Warga yang langsung Terdampak bersinggungan dengan Kebisingan Mesin, Aroma Obat-obatan, hingga Risiko jika sewaktu-waktu terjadi Kebakaran atau Insiden dari Rumah Sakit.
“Kami yang terdampak langsung justru tidak pernah merasakan Manfaat CSR. Baru Tiga kali dapat, itu pun nilainya jauh dari layak dibanding Dampak yang kami alami setiap hari,” ujar salah satu Warga.
Sebaliknya, beberapa Penerima Dana CSR justru disebut berasal dari Wilayah yang lebih jauh dari Lokasi RS Premier, bahkan ada yang mengaku sebagai Warga Terdampak meski tidak tinggal dalam Radius Terdekat. Hal ini menimbulkan Kecurigaan adanya Mark-up maupun Penyelewengan Distribusi Dana.
Ketika dikonfirmasi, berbagai pihak terkait memberikan jawaban yang Saling Bertolak bBelakang.
Ketua LKMK lama, almarhum Suryanto, dalam wawancara terakhirnya kepada awak media, ia mengakui adanya Kesalahan Prosedur dalam menyusun Keanggotaan dan Warga Penerima CSR.
Suryanto juga mengaku, kala itu hanya mengumpulkan para Tokoh Masyarakat tanpa melihat Kapasitas sebenarnya, dengan tujuan agar Surat Permohonan Dana CSR segera Terealisasi.
Suryanto pun juga menyatakan, bahwa kesiapannya membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Namun, rencana itu tak sempat terwujud, karena Suryanto lebih dulu dipanggil oleh Tuhan YME.
Ketika dikonfirmasi ke Ketua LKMK Periode Baru, terkait Revisi aturan Lama Penerima Dana CSR untuk Diaudit kembali, ia menyebut: “Maka RW masing-masing ini yang punya Kewenangan,” ucapnya.
Bahkan Ketua LKMK Tukar Hariyanto menyatakan, bahwa penentuan Titik Penerima CSR sebelumnya berjumlah 19 Titik, ternyata kini berkembang menjadi 31 Titik, “berdasarkan usulan para Ketua RW”. Menurutnya, soal siapa yang menerima merupakan Kewenangan Masing-masing RW.
Jawaban LKMK:
Semua Titik yang mendapat Dana CSR adalah usulan dari RW Terdampak, di mana RW menampung Aspirasi para Tokoh Masyarakat termasuk Ketua RT di Wilayah masing-masing.
Setelah itu, usulan dari masing-masing Pengurus RW Terdampak dibahas di Pengurus CSR yang terdiri dari para Ketua RW Terdampak.
Namun setelah disepakati dan menjadi Putusan bersama, ditentukan berapa Besaran Nominal yang diterima.
Sehingga Data Penerima CSR terdiri dari Lembaga Sosial Wilayah yang Terdampak. Ada Masjid, Mushola, Sekolah mulai PAUD, TK, SD, Yayasan, Panti Werda, serta RW itu sendiri. Setiap RW memegang laporan jumlah Titik dan Nominal yang sudah ditetapkan bersama.
LKMK sifatnya menampung usulan dari masing-masing RW untuk dibicarakan dan diputuskan bersama. Jumlah Titik terus berkembang. Awalnya ada 18 Titik ketika LKMK periode sebelum kami, namun sekarang berkembang menjadi 31 Titik, sedangkan Dana CSR tidak berubah, sehingga kami harus mengatur seadil-adilnya.
Dana CSR tidak diberikan ke Warga secara Pribadi, tetapi ke Lembaga Sosial. Untuk pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada Pengurus Lembaga tersebut. Karena jika diberikan kepada Warga secara Pribadi, Dana tidak akan mencukupi.
Makam juga dapat, bahkan untuk Jangkungan. Makam dapat, Organisasi Sinoman Makam juga dapat.
Padahal kesepakatan sebelumnya antara Makam dan Sinoman itu bergantian. Misalnya Tahun lalu Makam, maka untuk Tahun ini Sinoman.
Namun pada praktiknya tidak berjalan dan akhirnya saling Klaim dan sama - sama merasa Memiliki Hak. Itulah akhirnya Titik Penerima CSR selalu berkembang.
Ketua RW 8, Bapak Sadeli, saat ditanya:
Apakah benar RW memiliki Kewenangan penuh dalam menentukan Warga Penerima Dana CSR dari RS Premier?
Tidak, RW menampung dan menyampaikan kepada Tim, kemudian dimusyawarahkan.
Apa mekanisme RW dalam menyeleksi Penerima Manfaat CSR dan apakah pernah melibatkan Warga Terdampak Asli secara langsung?
Ternyata Kami melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Tim sebelum Periode kami. Secara langsung tidak, tapi melalui RT.
Bagaimana RW menanggapi Keluhan, bahwa Warga Terdampak Asli (Ring 1) justru Diabaikan dalam Distribusi CSR?
Ternyata tidak mengabaikan, justru menyampaikan Keluhan. Buktinya, dulu belum dapat Titik, sekarang sudah dapat.
Apa bentuk Laporan Pertanggung - jawaban RW kepada Warga terkait Distribusi Dana CSR ini?
Kami selalu melaporkan pertanggung - jawaban melalui RT. 1 - 5.
Bahkan dari pihak Kelurahan, saat dikonfirmasi:
Apakah pihak Kelurahan mengetahui Mekanisme Distribusi Dana CSR RS. Premier yang disalurkan melalui LKMK dan RW?
Sejauh mana peran Kelurahan dalam Mengawasi agar Distribusi Dana CSR tepat sasaran, khususnya kepada Warga Terdampak Asli (Ring 1)?
Bagaimana Kelurahan menyikapi adanya dugaan Pengabaian Hak Warga Terdampak Asli yang selama ini tidak pernah menerima Manfaat CSR secara Adil?
Belum ada tanggapan sampai saat berita ini diterbitkan.
Pihak RS. Premier saat dimintai Klarifikasi menyebut, bahwa CSR telah diberikan sepenuhnya kepada LKMK untuk disalurkan sesuai Proposal.
“Dana CSR kami serahkan ke LKMK, mereka yang mewakili Warga dalam Mendistribusikan,” jelas Manajemen RS. Premier.
Warga Terdampak Asli, yang berada di Ring 1 Kawasan RS. Premier, adalah yang merasa paling dirugikan.
Selain tidak mendapat porsi yang Adil, nilai Properti mereka juga disebut Menurun, karena Kondisi Lingkungan yang Bising dan berbau Obat-obatan.
“Bahkan yang jauh Malah Dapat, kami yang Dekat dan Terdampak tiap hari tidak Diakui. Lantas siapa yang bertanggung jawab?” keluh Warga.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: siapa sebenarnya yang berwenang penuh dalam menentukan Penerima Dana CSR, dan bagaimana Transparansi Distribusinya?
Dugaan adanya Praktik Penyimpangan dalam Penyaluran Dana CSR ini perlu segera Diklarifikasi, agar Hak - hak Warga Terdampak Asli tidak Terus - menerus Diabaikan.
Menurut Ketua RT 05, Wahyu:
“Ini bukan masalah Materi, namun ini adalah masalah Amdal dari RS Premier yang ditimbulkan langsung 1 x 24 Jam oleh Warga yang merasakan”.
Menurut salah satu warga, Bunda:
“Saya sangat-sangat Kecewa oleh para Pemimpin, baik itu RT, RW maupun Tingkatan lainnya. Kami ini yang merasakan Langsung Dampak Amdal RS Premier, namun kami hanya dibuat nama bagi mereka yang MencariMateri. Tidur tak Nyenyak karena Suara Bising, Bau Menyengat, dan kKampung kami kKumuh”.
Jika diberi tentang pilihan Materi atau Kelayakan, maka kami lebih memilih Kelayakan: “Tidak Ada Suara dan Bau Menyengat dari Amdal RS tersebut,” imbuhnya.
Warga lain, Rusdi, mengeluhkan:
“Hal ini aneh, saya bertempat tinggal di Belakang RS sejak lama dan tidak mendengar kalau RS kasih Dana CSR. Tahu-tahu setelah ramai baru ada Pencairan, itu pun kecil”.
“Masa Warga yang jauh dari Area Terdampak malah Mendapatkan, saya yang Lokasi Rumah tepat di belakang Area Terdampak malah tidak dapat,” tambahnya seraya mengeluh.
Setelah awak media bertemu dengan salah satu pihak Manajemen RS Premier, Pak Rahmat, diputuskan, bahwa Warga Terdampak Asli diminta membuat Surat Proposal yang ditujukan ke Direktur, yang kemudian akan diberikan kepada LKMK. Pihak Manajemen RS mempercayakan LKMK untuk membantu mendorong dan menyerahkan ke Kelurahan.
Tujuannya, agar Warga Terdampak Asli, LKMK, dan Kelurahan bisa duduk bersama untuk Merevisi Kebijakan lama tersebut.
CSR dimulai sekitar 2010, dan Pencairan pertama dilakukan saat Ketua LKMK dipegang oleh Almarhum Suryanto.
Namun, Pencairan pada Tahun itu Warga Terdampak dan Masyarakat tidak mengetahuinya, karena adanya dugaan Tidak Transparan dalam Pengelolaan dan Pencairan. Jumlah Pencairan Tahun 2025 sebesar Rp.170 Jutaan, yang diberikan setiap Tahun.
Adapun hal situasi ini menimbulkan sorotan Publik, terutama tentang soal Transparansi Pengelolaan Dana CSR dan Potensi Penyimpangan Distribusi.
Hal tersebut sejalan dengan Atensi Presiden RI Prabowo Subianto yang menegaskan, pentingnya Transparansi Pengelolaan Dana Publik dan terkait Komitmen Memberantas Praktik kKorupsi hingga ke level paling bawah.
Presiden menekankan, bahwa setiap Dana yang bersentuhan langsung dengan Rakyat harus Dikelola secara Terbuka, Akuntabel, dan Tepat Sasaran agar tidak menjadi Ladang Bagi-bagi Kepentingan Segelintir Pihak.
(Lisa/Staind/Bertus).